Oleh Tedy Sukamto, S.Pd. M.Pd.

Sejak munculnya pandemi covid-19 (Corona Virus diseases-19) di akhir tahun 2019, Social distancing menjadi pilihan berat bagi setiap negara dalam menerapkan kebijakan untuk pencegahan penyebaran covid-19, karena kebijakan ini berdampak negatif terhadap segala aspek kehidupan termasuk dunia pendidikan. Pembatasan interaksi sosial masyarakat dapat menghambat laju pertumbuhan dan kemajuan dalam berbagai bidang kehidupan, namun tidak ada pilihan lain, karena cara ini adalah yang paling efektif.

Dunia pendidikan juga tidak luput dari dampak kebijakan social distancing. Keputusan pemerintah mengambil langkah kebijakan dalam mengatasi masalah dengan meliburkan atau memindahkan proses pembelajaran dari sekolah menjadi di rumah, membuat kaget banyak pihak. Ketidaksiapan stakeholder sekolah dalam melaksanakan pembelajaran daring menjadi faktor utama kegamangan yang dirasakan oleh guru, walaupun sebenarnya pemerintah memberikan alternatif solusi dalam persoalan yang ada. 

Memasuki tahun 2020 pemerintah mengeluarkan kebijakan strategis Pendidikan dalam rangka mengatasi dampak pandemik. Tepatnya pada bulan Februari 2020 pemerintah meluncurkan kurikulum perubahan yang awalnya dikenal dengan kurikulum prototype menjadi kurikulum merdeka sebagaimana yang kita kenal sekarang. Tujuan dilakukannya perubahan kurikulum menjadi  kurikulum merdeka pada dasarnya adalah untuk mengejar ketertinggalan pendidikan akibat pandemi Covid-19 sekaligus untuk memperbaiki kualitas pendidikan bangsa kita yang dipandang masih kalah bersaing dengan bangsa-bangsa lain.

Merujuk pada hasil penelitian US News and World Report, BAV Group, dan Wharton School of the University of Pennsylvania tahun 2020, Pendidikan Indonesia berada di peringkat 55 dunia dan memasuki tahun 2021 terjadi perubahan peringkat naik menjadi peringkat 54. Adanya perubahan peringkat ini setidaknya ada kontribusi dari perubahan kurikulum.

Perubahan kurikulum 2013 menjadi kurikulum merdeka bukanlah sesuatu yang dipaksakan karena pameo ganti menteri ganti kurikulum. Namun perlu kita sadari bersama, bahwa perkembangan zaman memaksa untuk adaptif atas perubahan yang ada.   Kurikulum dapat dikatakan baik, jika kurikulum tersebut mampu menyesuaikan dengan zamannya. Kurikulum harus terus dikembangkan atau diadaptasi sesuai dengan konteks dan karakteristik untuk mengembangkan kompetensi sesuai dengan kebutuhan peserta didik kini dan masa depan. Jika mencermati perkembangan zaman secara global, kebutuhan kompetensi komunikasi dan teknologi menjadi hal yang tidak dapat dihindari oleh siapapun di era sekarang. Semua orang saat ini tidak pernah lepas dari gadget, termasuk generasi muda dari usia TK hingga usia menjelang dewasa menghabiskan sebagian besar waktunya untuk menggunakan gadget sebagai sumber belajar, sumber informasi dan hiburan. Sejauh ini kita sebagai orang tua dan guru hanya berharap agar anak-anak kita bisa menggunakan gadgetnya untuk hal-hal yang positif. Namun faktanya, orang tua dan guru seringkali tidak bisa mengawasi penggunaan gadget tersebut selama 24 jam sehingga banyak anak yang menggunakan gadgetnya untuk mengakses hal-hal yang tidak ada manfaatnya atau bahkan berpengaruh negatif.

Dampak negatif yang akan muncul akibat ketergantungan pada gadget yaitu membentuk karakter anak menjadi cenderung kurang memiliki kemampuan bersosialisasi. Mereka menjadi sibuk dan fokus dengan layar gadget, sehingga tidak lagi peduli dengan lingkungan sekitarnya dan tidak lagi memahami etika bersosialisasi. Anak yang kurang bersosialisasi dengan orang lain atau masyarakat di sekitarnya akan menjadi sulit untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Anak tersebut akan selalu terkesan menyendiri, sehingga pada akhirnya ia akan terlihat memiliki kepribadian yang berbeda dan tidak sejalan dengan norma dan etika yang berlaku di dalam masyarakat di mana dia berada. Demikian juga dengan kemampuan berkomunikasinya tidak dapat berkembang sesuai dengan perkembangan fase sebagaimana mestinya.

Filosafi Ki Hajar Dewantara mengisyaratkan bahwa dasar pendidikan anak berhubungan dengan kodrat alam dan kodrat zaman. Kodrat alam diartikan sebagai lingkungan alam tempat peserta didik berada, baik kultur budaya maupun kondisi alam geografisnya. Kodrat alam berhubungan juga dengan karakter dasar anak. Dengan penggunaan gadget yang berlebihan, lingkungan alam dan sosial yang harusnya merupakan bagian proses belajar siswa, akan terdegradasi dengan sendirinya. Untuk mencegah hal ini agar tidak terjadi pada anak-anak kita, perlu ada keterlibatan dan kerja sama orangtua dalam hal pengawasan penggunaan gadget, dan bukan hanya mengandalkan sekolah sebagai institusi Pendidikan. Keterlibatan orang tua menjadi salah satu penentu karena sebagian besar waktu anak-anak belajar berada pada pengawasan mereka.

Kembali pada filosofi Ki Hajar Dewantara terkait dengan bawaan anak yang memiliki dua kodrat yaitu kodrat alam dan kodrat zaman, maka dapat dimaknai bahwa anak-anak itu secara alamiah memiliki kompetensi dan kebutuhan yang berbeda-beda sebagai perwujudan kodrat alam sedangkan perkembangan zaman menjadi bagian dari pemenuhan kebutuhan dan tuntutan zaman yang terus mengalami perubahan.

Perubahan kurikulum yang terjadi saat ini bersesuaian dengan filosofi Ki Hajar Dewantara. Hal ini dapat dilihat dari perubahan kurikulum 2013 menjadi kurikulum merdeka, di mana ada dua hal pokok yang berubah yaitu standar kelulusan dan pendekatan pembelajaran yang berpihak pada siswa secara holistik. Jika kita memaknai kurikulum adalah panduan dalam mencapai tujuan pembelajaran, maka proses pembelajaran harus dilakukan berkelanjutan dan dilakukan secara holistik untuk mengembangkan pengetahuan, sikap, keterampilan dan membentuk karakter dalam satu kesatuan proses yang berkelanjutan.  Dengan demikian perubahan kurikulum perlu dilakukan karena tuntutan pemulihan pasca pandemi dan tuntutan perkembangan zaman.

Menyikapi kebijakan pemerintah dan tuntutan perubahan zaman yang semakin komplek, sudah seyogyanya guru melakukan refleksi atas apa yang sudah dilakukan. Apakah sejauh ini kita sudah mampu menjadi guru yang mampu mengimplementasikan filosofi Ki Hajar Dewantra? Rasanya belum, dan harus  melakukan reformasi dalam pembelajaran. Upaya yang perlu dilakukan sebagai berikut, 1) mengubah paradigma pembelajaran yang dilakukan oleh guru, 2) mengetahui situasi dan kondisi satuan pendidikan, 3) merancang pembelajaran yang berbasis data, 4) melakukan proses pembelajaran sesuai dengan tuntutan, kondisi, dan kebutuhan siswa, 5) merancang asesmen yang akuntabel dan mampu mendorong motivasi belajar siswa serta motivasi guru untuk terus berupaya meningkatkan kualitas pembelajaran, 6) melakukan refleksi setiap selesai melakukan pembelajaran, 7) senantiasa melakukan rencana tindak lanjut dari hasil refleksi dan evaluasi.

Paparan yang dinarasikan di atas itulah yang melatar belakangi perubahan kurikulum saat ini yaitu lahirnya kurikulum merdeka. Untuk mempercepat pemahaman dan implementasi kurikulum merdeka, pemerintah telah menerbitkan kebijakan tentang pelaksanaan program sekolah penggerak dan pendidikan calon guru penggerak. Melalui kedua program tersebut diharapkan percepatan penerapan kurikulum merdeka di sekolah-sekolah dapat segera direalisasikan. Adapun peran satuan pendidikan dan guru di sekolah untuk mewujudkan tujuan perubahan kurikulum ini adalah menyiapkan fasilitas sekolah dan kompetensi guru untuk dapat mengimplementasikan kurikulum merdeka yaitu dengan memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:

  1. Mengubah paradigma guru dalam pembelajaran

Kurikulum merdeka memberikan perspektif bahwa pembe-lajaran harus berorientasi pada penguatan kompetensi dan pengembangan karakter yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Hal ini berbeda dengan kurikulum sebelumnya yang berorientasi pada penguasaan materi yang dominan dibandingkan dengan upaya pembentukan karakternya. Hal inilah yang menyebabkan budaya literasi bangsa ini kurang berkembang. Dengan membangun paradigma baru pendidikan dan pembelajaran, maka pendekatan pembelajaranpun harus berubah dari Teacher Centered Learning (TCL), pembelajaran yang berpusat pada guru menjadi Student Centered Learning (SCL) yaitu pembelajaran yang berpusat pada siswa. Maka pendekatan pembelajaran yang berdiferensiasi menjadi hal mutlak yang harus dilakukan oleh guru karena proses pembelajaran siswa memiliki cara yang berbeda-beda.

  • Melakukan pemetaan situasi dan kondisi lingkungan belajar dan lingkungan sekolah

Satuan Pendidikan sebagai istitusi pendidikan dalam mewujudkan visi dan misi pendidikannya perlu membuat panduan untuk dijadikan pijakan semua unsur yang ada di dalamnya. Panduan ini dikenal dengan istilah Kurikulum Operasional. Kurikulum Operasional ini memuat seluruh rencana proses belajar yang akan  diselenggarakan di satuan pendidikan dan menjadi pedoman seluruh penyelenggaraan pembelajaran. Dalam penyusunannya, dasar pertimbangan yang digunakan mengacu pada sumber data dan informasi yang bersumber pada rapor pendidikan, survei lingkungan belajar, dan survei lingkungan sekolah.  Sumber data dan informasi dari rapor pendidikan dapat dijadikan acuan untuk meningkatkan pencapaian proses pembelajaran baik yang sudah berjalan maupun yang belum. Jika dari sumber data dan informasi tersebut menunjukkan ada komponen yang masih kurang optimal, maka perlu disusun strategi untuk melakukan perbaikan. Sebaliknya, jika sudah sesuai atau melebihi standar, maka dapat dilakukan pengembangan. Untuk hasil survei lingkungan belajar dalam penyusunan kurikulum dapat dijadikan pertimbangan dalam pemenuhan aspek-aspek yang memengaruhi kualitas belajar peserta didik. Selain itu juga dari hasil survei lingkungan belajar dapat dijadikan pertimbangan atas pencapaian mutu satuan pendidikan secara utuh mulai dari input dan proses belajar-mengajar di dalam kelas maupun di tingkat sekolah. Sedangkan data dan informasi dari hasil survei lingkungan sekolah menjadi alat ukur untuk mengevaluasi dan memetakan aspek pendukung kualitas pembelajaran di lingkungan satuan pendidikan.

  • Merancang rencana pembelajaran berbasis data

Kurikulum Merdeka mengisyaratkan bahwa pembelajaran harus berpihak pada siswa, maka pendekatan pembelajaran yang berdiferensiasi menjadi hal yang mutlak dilakukan. Untuk merancang pembelajaran berdiferensiasi seorang guru harus mengacu pada data dan informasi situasi dan kondisi belajar siswa. Dengan kata lain, guru harus melakukan asesmen diagnostik sebelum merancang pembelajaran. Adapun data atau informasi dapat diperoleh dengan melakukan asesmen diagnostik nonkognitif dan kognitif. Hal ini dapat dilakukan dengan melibatkan guru konseling (BK).

  • Mengimplementasikan pembelajaran berdiferensiasi

Pembelajaran berdiferensiasi dapat dimaknai sebagai serangkaian proses yang masuk akal (common sense) yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan siswa.  Prinsip diferensiasi dapat dilakukan melalui konten, proses, dan produk pembelajaran dengan mempertimbangkan hasil asesmen diagnostik untuk mengambil keputusannya.

  • Merancang asesmen formatif dan sumatif

Untuk mengetahui keberhasilan belajar siswa, seorang guru wajib melakukan asesmen baik selama proses pembelajaran (asesmen formatif) untuk mendapatkan umpan balik dan mengetahui perkembangan siswa sekaligus memberi umpan balik bagi perbaikan pelaksanaan kegiatan belajar. Sedangkan untuk mengetahui ketercapaian tujuan pembelajaran, dilakukan asesmen sumatif.

  • Melakukan refleksi

Refleksi pembelajaran dalam mengimplementasi kurikulum merdeka menjadi bagian dari proses pembelajaran. Kegiatan refleksi dilakukan oleh guru dan siswa setelah proses pembelajaran. Tujuan melakukan refleksi adalah sebagai pemberian umpan balik atau penilaian dari peserta didik terhadap guru untuk perbaikan pembelajaran selanjutnya agar lebih baik. Sementara refleksi guru terhadap pembelajaran yang dilakukan siswa bertujuan untuk menyusun strategi agar siswa dapat belajar dengan efektif, menarik, dan bermakna setelah mengikuti serangkaian proses belajar mengajar dalam jangka waktu tertentu.

  • Menyusun rencana tindak lanjut hasil pembelajaran

Kurikulum merdeka dalam implementasinya di pembelajaran, dilakukan secara holistik dan bekelanjutan untuk membentuk karakter dimensi Profil Pelajar Pancasila. Pada prinsipnya, kegiatan tindak lanjut dilakukan sebagai rekomendasi dari hasil refleksi atau evaluasi dari proses pembelajaran yang sudah dilakukan. Sebagai dasar pertimbangan rekomendasi selain perasaan dan pandangan siswa, juga dapat menganalis hasil asesmen formatif dan sumatif sebagai bahan pertimbangan rekomendasi guru. Melalui pertimbangan hasil asesmen dan refleksi guru dapat melakukan tindak lanjut untuk mengoptimalkan hasil belajar siswa dengan melakukan pengayaan, perbaikan (remedial), maupun melakukan perbaikan pembelajaran.

Uraian cara mengimplementasikan kurikulum merdeka sebagaimana di atas, merupakan pengalaman yang sudah dipraktekan oleh guru-guru di SMA Negeri 23 Bandung. Seiring dengan ditunjuknya sekolah sebagai bagian dari program sekolah penggerak. Berbagai upaya dilakukan untuk memenuhi ketentuan yang sudah menjadi kebijakan Kemendikbudritek. Keberadaan sekolah penggerak jika dikaitkan dengan implentasi kurikulum merdeka (IKM) saat ini termasuk sekolah yang mengimple-mentasikan kurikulum mandiri berbagi, maka keberaannya dituntut untuk berbagi praktik baik pada sekolah-sekolah yang ada di sekitarnya sebagai dukungan atas langkah percepatan implementasi kurikulum merdeka yang ada di Indonesia.

Memasuki tahun kedua implementasi kurikulum merdeka di SMA Negeri 23 Bandung. Pelaksanaan  panen raya hasil belajar sudah dilaksanakan dua kali dengan mengundang pejabat terkait dan sekolah-sekolah di Kota Bandung dan Kota Cimahi untuk berbagi praktek baik. Sejauh ini upaya berbagi melalui kegiatan panen raya hasil belajar, namun hal yang positif sebagai respon dari terselenggaranya kegiatan tersebut, banyak juga sekolah-sekolah yang mengundang praktisi pembelajaran kurikulum merdeka di SMA Negeri 23 Bandung yang diundang untuk sharing pengalaman dan menjadi nara sumber. Selanjutnya hingga saat ini juga sekolah sering kedatangan tamu untuk berdiskusi tentang bagaimana mengimplementasikan kurikulum merdeka yang sudah dilakukan.

Sebagai informasi tambahan, bersama ini kami lampikan dokumenasi pelaksanaan pembelajaran implementasi kurikulum merdeka di SMA Negeri 23 Bandung dengan mengakses link berikut:

  1. https://padlet.com/tedysukamto87/objec1ovbxmuxb1u
  2. https://padlet.com/tedysman23/okfoxpplnht3e5dp
  3. https://padlet.com/tedysman23/xsso0unftd8m9vpz
  4. https://padlet.com/nuikra/p2hay9pvan50tw4q
  5. https://padlet.com/1968tedy23/detkvz21adkq6rj4
  6. https://padlet.com/kaylasvandia/71oa1rba9w3jz1a9
  7. https://padlet.com/tedysukamto87/rgr5sy46pc39l9vi

Demikian catatan perjalanan pelaksanaan kurikulum merdeka yang sudah dilaksanakan di SMA Negeri 23 Bandung, semoga bermanfaat dan menjadi inspirasi untuk sekolah-sekolah lain dalam mengimplementasikan kurikulum merdeka di sekolahnya masing-masing.

Penulis                   : Tedy Sukamto, S.Pd. M.Pd.

Guru                       : Mata Pelajaran Fisika

Unit Kerja             : SMA Negeri 23 Bandung

Alamat Istansi     : Jl. Malangbong Raya Antapani

  Kelurahan Antapani Wetan

  Kecamatan Antapani

  Kota Bandung (40291)

Jabatan                 : Koordinator PSP SMAN 23 Bandung

                                  Pengajar Praktik Angkatan 4 Kota Bandung

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *